Rasa rindu ini tidak pernah habis dari 13 tahun lalu sejak kita berpisah. Semua kenangan manis maupun duka tetap terjaga didalam hati dan memoriku. Sulit aku menyentuh langsung sosok Ayah yang sangat aku sayangi, hanya dengan doa dan harapan yang membuat aku kuat dan menyembuhi setiap rasa rinduku padanya. Sehatnya adalah kebahagiaanku, sakitnya adalah kesedihanku. Tapi aku bisa apa ?
Hanya dari kejauhan aku merasakan rindunya dan itupun mungkin hanya harapan hampaku untuk menyenangkan hati sementara.
Seorang teman berkata padaku, ‘ini lakonmu, De. Lakon yang harus kamu jalani untuk mendapatkan kehidupan yang terbaik yang telah di berikan oleh Tuhan’.
Aku tidak pernah menyesal dan kecewa kepada Tuhan dengan apa yang Dia sudah berikan kepadaku. Karena aku yakin Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan umatnya. Mungkin aku umat-Nya yang masih mampu menjalani semua ujian-Nya untuk menjadi manusia mulia untuk kehidupanku ini.
Rinduku selalu ada untuk Ayah… Sayangku selalu ada untuk Ayah… Walaupun aku tidak dapat bersamanya dan menemaninya, aku tetap ada untuk Ayah. Sampai kapan pun aku tetap menunggu……
Ayah, aku tak punya apa-apa saat ini, hanya rasa sayang ku yang tak pernah habis untukmu. Aku sendiri merasakan rasa rindu ini, dan aku sendiri yang mengobatinya.
Ayah, di Tepian Ini
Ayah memang tak pernah
Janjikan sesuatu
Saat pergi
Menjauh dari tepian
Tapi kulihat yang dibawanya
Kali ini memang
Aku hanya bisa menatapnya
Maaf Ayah,
Raga kecil ini
Belum sanggup tuk kurangi
Aliran keringatmu
(Jamal Rahman, 2007)
Kukutip puisi ini dari buku seorang teman, bagiku tulisan ini terbaik sebagai pemberian untuk Ayah.
Sampai kapan pun aku mencintai Ayah...
Isi Hati
Sampai saat ini rasa sakitnya masih terasa dan tidak bisa hilang…
Ayahku pergi saat umurku 10 tahun. Aku ini adalah anak kesayangannya dan akupun sangat menyayanginya. Ayah selalu menomor satu kan aku, dari hal kecil sampai hal besar dia selalu memperhatikan aku. Sehingga rasanya tidak rela kalau aku nanti nya punya adik, agar sayang ayah tidak terbagi dengan yang lain. Berharap hanya ada aku dan bunda didalam hatinya.
Memang manusia hanya bisa merencanakan dan mempunyai harapan, hanya kenyataannya kadang jadi berbeda. Aku kehilangan ayah disaat sangat membutuhkannya. Kepergiannya yang tiba-tiba membuatku terpukul dan sakit. Rasa itupun masih terasa sampai saat ini. Kecewa, bimbang dan kesepian.
Saat kesepian itu datang aku hanya bisa mengenang masa-masa indah bersamanya. Saat tengah malam mataku tak bisa terpejam, aku hanya bisa menangis dengan kesendirian ku meratapi apa yang sudah terjadi dalam hidup. Dalam hati hanya berkata “mungkin kalau ayah masih ada bersamaku, aku tidak akan pernah merasakan sepi,”
Ternyata TUHAN berkehendak lain…
Ayah pergi meninggalkan aku dan bunda tanpa meninggalkan sesuatu yang dapat kita tengok nantinya. Dia pergi dengan seseorang yang dapat menggantikan kedudukan aku dan bunda didalam hati ayah. Ayah mempunyai pilihan saat itu, hanya ternyata tidak memilih aku dan bunda. Sehingga suasana rumahpun menjadi dingin…
Kalaupun ayah meninggal dunia itu masih lebih baik untukku dan untuk bunda, karena aku dan bunda dapat tetap mengunjungi makamnya. Saat rindu nanti, aku dapat datang ke makamnya, merawat dan menjaga makamnya. Tapi sekali lagi kenyataan berkata lain…
Tidak makamnya, tidak nisannya… karena dia masih hidup. Dia hanya pergi, tidak untuk bersamaku lagi. Entah didalam hatinya, apakah masih ada ruang tempat aku dan bunda bertahta?
Aku rindu dia tapi aku juga sakit…
Sekarang sudah 12 tahun aku rasakan sakitnya, bagaimana caranya aku menyembuhkan sakit ini?
Ayahku pergi saat umurku 10 tahun. Aku ini adalah anak kesayangannya dan akupun sangat menyayanginya. Ayah selalu menomor satu kan aku, dari hal kecil sampai hal besar dia selalu memperhatikan aku. Sehingga rasanya tidak rela kalau aku nanti nya punya adik, agar sayang ayah tidak terbagi dengan yang lain. Berharap hanya ada aku dan bunda didalam hatinya.
Memang manusia hanya bisa merencanakan dan mempunyai harapan, hanya kenyataannya kadang jadi berbeda. Aku kehilangan ayah disaat sangat membutuhkannya. Kepergiannya yang tiba-tiba membuatku terpukul dan sakit. Rasa itupun masih terasa sampai saat ini. Kecewa, bimbang dan kesepian.
Saat kesepian itu datang aku hanya bisa mengenang masa-masa indah bersamanya. Saat tengah malam mataku tak bisa terpejam, aku hanya bisa menangis dengan kesendirian ku meratapi apa yang sudah terjadi dalam hidup. Dalam hati hanya berkata “mungkin kalau ayah masih ada bersamaku, aku tidak akan pernah merasakan sepi,”
Ternyata TUHAN berkehendak lain…
Ayah pergi meninggalkan aku dan bunda tanpa meninggalkan sesuatu yang dapat kita tengok nantinya. Dia pergi dengan seseorang yang dapat menggantikan kedudukan aku dan bunda didalam hati ayah. Ayah mempunyai pilihan saat itu, hanya ternyata tidak memilih aku dan bunda. Sehingga suasana rumahpun menjadi dingin…
Kalaupun ayah meninggal dunia itu masih lebih baik untukku dan untuk bunda, karena aku dan bunda dapat tetap mengunjungi makamnya. Saat rindu nanti, aku dapat datang ke makamnya, merawat dan menjaga makamnya. Tapi sekali lagi kenyataan berkata lain…
Tidak makamnya, tidak nisannya… karena dia masih hidup. Dia hanya pergi, tidak untuk bersamaku lagi. Entah didalam hatinya, apakah masih ada ruang tempat aku dan bunda bertahta?
Aku rindu dia tapi aku juga sakit…
Sekarang sudah 12 tahun aku rasakan sakitnya, bagaimana caranya aku menyembuhkan sakit ini?
Renungan Kloset
Kalimat yang disampaikan Neng Rieke cenderung "per-per'an", sehingga membuat saya yang tadi nya tidak terlalu tertarik dengan karya puisi menjadi lebih tertarik. Awalnya saya memang tidak terlalu menyukai puisi, tapi saya mencoba untuk mengenal dan mengetahui dengan diawali membaca buku AKU. Walaupun agak berat untuk memahaminya, tapi makin lama makin menyukainya. Apalagi saya mempunyai seorang teman yang memang pandai membuat puisi dan membacakannya (saya pernah dibacakan puisi olehnya dan saya sangat menikmatinya), dan baru-baru bulan lalu mengeluarkan buku Buyat:Hari Terus Berdenyut. Benar-benar makin menikmatinya...
Suatu hari saat saya pergi ke toko buku, saya melihat buku yang ditulis oleh Neng Rieke ini. Saya kira buku bacaan biasa, ternyata kumpulan puisi-puisinya. Setelah membaca bukunya saya makin suka dengan karya puisi-puisi. Ingin sekali mencoba untuk membuat puisi, tapi apa bisa ya?
Mungkin kali ini saya sebagai penikmat puisi saja, seperti saya menikmati puisi-puisi RDP berikut:
Maaf
Maaf,
Tak bisa kutulis banyak
Tinta habis
Tadi malam kugoresi langit
dengan namamu......
(Rieke Diah Pitaloka, Jakarta 12082001)
Setangkai Cinta
Tak perlu bingung
Begini saja,
berapa pun jarak kita
kan kukirim untukmu
setangkai cinta
setiap hari
Setuju?
By : Riska N
0 komentar:
Posting Komentar